-ˏˋ ❛ᴍɪɴɪ ꜱʜᴏʀᴛ ꜱᴛᴏʀʏ ˊˎ- ┊ʙᴀꜱᴇᴅ ᴏɴ ᴅᴀʏ6 ꜱᴏɴɢꜱ
ꜱ ᴇ ʟ ᴀ ᴍ ᴀ ᴛ
❝Dariku, Untukmu ;
yang sempat kucinta,
yang sempat kucinta,
hingga mampu ku lepas tanpa ragu.❞
┊P A R T 1.O┊
ㅡㅡㅡ ♡ ㅡㅡㅡ
ㅡㅡㅡ ♡ ㅡㅡㅡ
Nomor yang anda tuju tidak dapat di hubungi, silahkan coba beberapa saat lagi.
"Ck, Biru kemana sih," aku memandang kesal ke satu nama yang terus ku hubungi tanpa jeda.
"Ya?"
Akhirnya setelah panggilan ke 10, dia menjawabnya.
"Biru kamu darimana aja? Aku telepon gak di angkat," kemudian aku beranjak dari ubin kamarku yang dingin, menuju kasur sambil berguling-guling.
"Di rumah,"
"Kamu baik-baik aja 'kan? Atau masih khawatir soal masalah ayahmu?" Akhir-akhir ini kami jarang berbicara, ia dilanda masalah dan aku dipaksa mengalah.
"I'm fine,"
Dari suaranya saja sudah nampak jelas bahwa Biru tengah berbohong. Sebelumnya ia merupakan sosok yang periang. Namun sekarang, nada bicaranya saja terdengar monoton.
"Serius? Biru, kalau kamu ada masalah cerita aja, aku berhak tau,"
"Stella," panggilnya lirih.
"Sudah siap cerita kah?"
"Aku rasa kita perlu waktu,"
Kamu tau apa yang kurasa ketika mendengar kata itu. Seluruh sarafku seperti dimatikan begitu saja. Aku dan Biru sudah bersama hampir 5 tahun, tanpa jeda, tanpa waktu untuk berkabung. Kita selalu bahagia sepanjang waktu.
"Aku tau kamu sedang ada masalah Biru, tapiㅡ"
"Syukurlah jika kamu paham. Mari berpisah sejenak,"
"B-bukan itu yang aku maksud," aku terbangun dari posisiku lalu mengusap wajahku.
"Biru, kita udah barengan selama ini, seharusnya kita bisa ngatasin masalah itu tanpa harus berpisah,"
"Bukan artinya aku egois, aku cuma takut. Kehilanganmu di saat aku masih butuh,"
"Mengertilah soal keadaanku Stel, hanya untuk beberapa hari,"
Mana bisa aku setega itu menolak permintaannya setelah mendengar suaranya yang parau. Lagipula sepertinya Biru benar, kita perlu waktu sejenak. Biru dengan masalah keluarganyan, dan aku dengan berbagai skandal tuduhan di kantor.
"Okay, fine. Janji sama aku, kita bakal balik lagi,"
"Sure, anything for you. Thanks dear,"
Biru langsung memutuskan sambungannya. Sepertinya ia masih bersedih dan tidak mau banyak berbicara. Aku paham itu, seperti biasa aku terus mengalah demi dirinya.
"Ck, Biru kemana sih," aku memandang kesal ke satu nama yang terus ku hubungi tanpa jeda.
"Ya?"
Akhirnya setelah panggilan ke 10, dia menjawabnya.
"Biru kamu darimana aja? Aku telepon gak di angkat," kemudian aku beranjak dari ubin kamarku yang dingin, menuju kasur sambil berguling-guling.
"Di rumah,"
"Kamu baik-baik aja 'kan? Atau masih khawatir soal masalah ayahmu?" Akhir-akhir ini kami jarang berbicara, ia dilanda masalah dan aku dipaksa mengalah.
"I'm fine,"
Dari suaranya saja sudah nampak jelas bahwa Biru tengah berbohong. Sebelumnya ia merupakan sosok yang periang. Namun sekarang, nada bicaranya saja terdengar monoton.
"Serius? Biru, kalau kamu ada masalah cerita aja, aku berhak tau,"
"Stella," panggilnya lirih.
"Sudah siap cerita kah?"
"Aku rasa kita perlu waktu,"
Kamu tau apa yang kurasa ketika mendengar kata itu. Seluruh sarafku seperti dimatikan begitu saja. Aku dan Biru sudah bersama hampir 5 tahun, tanpa jeda, tanpa waktu untuk berkabung. Kita selalu bahagia sepanjang waktu.
"Aku tau kamu sedang ada masalah Biru, tapiㅡ"
"Syukurlah jika kamu paham. Mari berpisah sejenak,"
"B-bukan itu yang aku maksud," aku terbangun dari posisiku lalu mengusap wajahku.
"Biru, kita udah barengan selama ini, seharusnya kita bisa ngatasin masalah itu tanpa harus berpisah,"
"Bukan artinya aku egois, aku cuma takut. Kehilanganmu di saat aku masih butuh,"
"Mengertilah soal keadaanku Stel, hanya untuk beberapa hari,"
Mana bisa aku setega itu menolak permintaannya setelah mendengar suaranya yang parau. Lagipula sepertinya Biru benar, kita perlu waktu sejenak. Biru dengan masalah keluarganyan, dan aku dengan berbagai skandal tuduhan di kantor.
"Okay, fine. Janji sama aku, kita bakal balik lagi,"
"Sure, anything for you. Thanks dear,"
Biru langsung memutuskan sambungannya. Sepertinya ia masih bersedih dan tidak mau banyak berbicara. Aku paham itu, seperti biasa aku terus mengalah demi dirinya.
ㅡ
Aku berlari dengan cepat menuju kereta listrik yang akan membawaku ke tempat kerja. Kesiangan, itulah alasan sampai aku tergopoh-gopoh mengejar kereta.
Setelah masuk ke dalam, aku menghembuskan nafas lega, lalu duduk di bangku penumpang sambil merapikan pakaianku yang compang-camping.
"Sayang, kamu janji 'kan abis pulang kerja langsung temuin aku?"
"Ofcourse,"
Aku sempat tertegun kala mendengar satu suara yang memekakkan indera pendengaranku.
"Tapi aku pulangnya sore, kamu mau nunggu?"
"Asal kamu gak bohong, aku pasti rela,"
Biru, sosoknya langsung muncul dalam pemikiranku. Tidak salah lagi, ini suara Biru. Aku menoleh ke arah kanan dari dudukku, karena pembicaraan mereka berasal dari sana.
Dugaanku benar, Biru di sini. Bersama gadis lain, tertawa bahagia, padahal dia jelas tau perihal hadirku di dekatnya.
ㅡᴛᴏ ʙᴇ ᴄᴏɴᴛɪɴᴜᴇᴅ
ᴍɪɴɪ ꜱʜᴏʀᴛ ꜱᴛᴏʀʏ ᴡʀɪᴛᴛᴇɴ ʙʏ ᴍᴏɴɪᴋᴀ
Setelah masuk ke dalam, aku menghembuskan nafas lega, lalu duduk di bangku penumpang sambil merapikan pakaianku yang compang-camping.
"Sayang, kamu janji 'kan abis pulang kerja langsung temuin aku?"
"Ofcourse,"
Aku sempat tertegun kala mendengar satu suara yang memekakkan indera pendengaranku.
"Tapi aku pulangnya sore, kamu mau nunggu?"
"Asal kamu gak bohong, aku pasti rela,"
Biru, sosoknya langsung muncul dalam pemikiranku. Tidak salah lagi, ini suara Biru. Aku menoleh ke arah kanan dari dudukku, karena pembicaraan mereka berasal dari sana.
Dugaanku benar, Biru di sini. Bersama gadis lain, tertawa bahagia, padahal dia jelas tau perihal hadirku di dekatnya.
ㅡᴛᴏ ʙᴇ ᴄᴏɴᴛɪɴᴜᴇᴅ
ᴍɪɴɪ ꜱʜᴏʀᴛ ꜱᴛᴏʀʏ ᴡʀɪᴛᴛᴇɴ ʙʏ ᴍᴏɴɪᴋᴀ
Komentar
Posting Komentar